PROF. NOOR HARISUDDIN: KITA HARUS BANYAK BELAJAR SUPREMASI HUKUM AUSTRALIA DAN NEW ZEALAND
- Diposting Oleh Admin Web Fakultas Syariah
- Jumat, 28 Agustus 2020
- Dilihat 86 Kali
Selasa (25/08/2020) - Fakultas Syariah IAIN Jember bekerjasama dengan Fakultas Syariah IAIN Madura adakan International Webinar and Call for Papers yang bertajuk “Islam, Constitution, and The Supremacy of Law Experience from Indonesia, Australia, and New Zealand”.
Acara tersebut dibuka oleh Wasilatur Rohmaniyah selaku MC dan kemudian dilanjutkan oleh Wildani Hefni selaku moderator yang membimbing jalannya diskusi. Pembicara pada acara bergengsi tersebut yaitu Tantowi Yahya selaku Indonesian Ambassador of New Zealand, Nadirsyah Hosen selaku Wakil dari Monash University, Australia, Prof. Dr. Kyai MN. Harisudin, M. Fil. I., selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember dan Dr. Maimun, M.H.I., selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Madura.
”Luar biasa hari ini kita bisa belajar ke New Zealand, Australia (ditandai dengan Irak), Afganistan, dan Indonesia”, ungkap Prof. Haris yang terlihat sangat bersemangat saat mengkuti acara tersebut. Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta yang juga dari berbagai kalangan akademisi, seperti dosen dan mahasiswa dari berbagai penjuru dunia. Webinar dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi Zoom Meeting.
Supremasi hukum di Indonesia masih menjadi PR besar hingga saat ini, seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa permasalahan tindak kejahatan masih merajalela dimana-mana. Seperti halnya kasus korupsi, suap menyuap, diskriminasi terhadap kaum minoritas, polemik RUU HIP, dll.
“Saya tidak sepakat dengan orang-orang yang mengatakan Indonesia tidak ada prestasi. Justru kita harus selalu meng-update dan memperbaiki negara kita supaya lebih baik lagi”, ungkapnya.
Kiai M Noor Harisudin menyampaikan beberapa cara untuk memperbaiki supremasi hukum di Indonesia, yakni dengan cara berkaca dari salah satu negara misalnya New Zealand dan Australia. Bagaimana bisa di negara yang mayoritas non-Muslim atau bahkan Atheis mampu membuat negaranya aman dengan menggunakan UUD (konstitusi) dan juga adanya sikap yang saling menghormati dan menghargai membuat mereka menjadi negara yang hebat.
Mereka telah menerapkan standar yang lebih tinggi dalam bidang hukum. Bersih sudah menjadi karakter yang melekat pada diri mereka, bersih secara jasmani dan rohani yakni dengan menjadikan Iman sebagai pondasi utama dan mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Luar biasa memang di New Zealand itu sudah bersih, beda kalau dengan Indonesia yang hanya sekedar slogan”, pungkas guru besar termuda tersebut.
”Jadi, kita sepakat untuk menjunjung tinggi hukum walau bagaimanapun keadaannya, tetap berusaha melaksanakan bagaimana seharusnya hukum itu ditegakkan”, tambahnya.
Terdapat 8 kriteria parameter pemberlakuan hukum di Indonesia meliputi pembatasan kekuasaan pemerintah, absennya korupsi, pemerintahan terbuka, pemenuhan hak-hak dasar, keamanan dan ketertiban, penegakan aturan, keadilan sipil dan penanganan perkara pidana.
Pada tahun 2018, rule of law Indonesia berada pada peringkat 64, pada tahun 2019 diperingkat 62 dan pada tahun 2020 diperingkat 59. Ini menunjukkan adanya perkembangan supremasi hukum di Indonesia.
”Dalam perspektif saya, sudah ada perubahan lebih baik. Akan tetapi kita perlu melakukan banyak hal yang melibatkan pemerintah, akademisi dan seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan standar hukum di Indonesia”, ujar Prof. Kiai Harisudin yang juga Pengasuh PP. Darul Hikam Mangli-Jember dan Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut.
Alasan hukum sulit ditegakkan di Indonesia adalah karena hukum masih berpihak kepada orang yang status sosialnya tinggi, penegakan hukum masih lemah dan hukum belum konsisten ditegakkan untuk semua kalangan.
Kedepannya, Indonesia perlu membuka diri untuk terus memunculkan inovasi-inovasi, perbaikan–perbaikan di negeri ini, tetapi yang terpenting adalah mengawal bagaimana konstitusi itu bisa dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Kebersihan, kedisiplinan, kejujuran serta penerapan dari nilai-nilai Pancasila perlu disosialiasasikan, dihayati dan diamalkan. Menjadi bagian dari proses pembiasaan hukum yang dilakukan di masyarakat dengan istiqomah.
”Saya optimis, Indonesia akan lebih maju, lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dan ini tanggung jawab kita semua”, ujar Prof. Haris yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia.
Acara berlangsung dengan meriah dan menarik, karena diakhir acara banyak peserta yang antusias untuk bertanya. Acara berlangsung dari pukul 10.00-13.00 WIB.
Reporter : Erni Fitriani
Editor : Moh. Abd. Rauf
Sumber : Fakultas Syariah IAIN Jember