Alamat

Jl. Raya Panglegur KM.4 Pamekasan

Telp./WA

+62 324 322551

Email

fasya@iainmadura.ac.id

Usung Kajian Ilmu Falak, Prodi HKI Selenggarakan Kuliah Tamu

  • Diposting Oleh Admin Web Fakultas Syariah
  • Kamis, 14 April 2022
  • Dilihat 39 Kali
Bagikan ke

MEDIA CENTER FASYA – Kamis (14/04/2022), Program Studi Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah IAIN Madura menggelar Kuliah Umum bagi seluruh mahasiswa dan masyarakat umum, Kamis 14 April 2022. Kegiatan ini bertajuk Webinar atau seminar di dunia maya dengan mengangkat kajian di bidang Ilmu Falak. Dalam sambutannya, Kaprodi HKI Bapak Abdul Jalil, MHI menyampaikan bahwa Ilmu Falak merupakan salah satu kajian dalam Prodi Hukum Keluarga Islam. Sehingga perlu kiranya kegiatan seminar ini dilakukan untuk menambah wawasan dan keilmuan mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Madura pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Kuliah Tamu ini mengangkat tema “Peluang Dan Tantangan Kriteria Baru Kalender Hijriyah Di Indonesia”. Dalam kegiatan ini dipandu langsung oleh H. Hosen, M.H.I. selaku Kepala Lab. Fakultas Syariah, dengan narasumber H. Ismail Fahmi, S.Ag. (Kepala Subdirektorat Hisab Rukyat dan Syariah Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI).

Dalam penyampaiannya, H. Ismail mengungkapkan alasan munculnya kriteria baru MABIMS, yaitu 3 dan 6,4 yang sebelumnya 2, 3, dan 8 derajat. Menurutnya, kriteria MABIMS lama diusulkan diubah karena tidak sesuai dengan data astronomi. Hilal setinggi 2 derajat atau elongasi 3 derajat itu terlalu tipis dan redup, sementara syafak masih terlalu kuat mengganggu ketampakan hilal. Secara global, tidak ada hilal yang bisa teramati yang tingginya 2 derajat atau elongasinya 3 derajat, termasuk dengan teleskop.

Ismail juga menjelaskan bahwa perkembangan astronomi, dari data pengalaman rukyat jangka panjang telah dirumuskan kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat), berupa persyaratan minimal untuk terlihatnya hilal. Terkait dengan kecerlangan hilal, parameter yang digunakan adalah lebar sabit hilal, umur hilal, atau jarak sudut bulan-matahari (elongasi). Terkait dengan gangguan kecerlangan cahaya syafak, parameter yang digunakan adalah tinggi hilal, beda tinggi bulan-matahari, beda azimut (jarak sudut bulan-matahari di garis ufuk), atau beda waktu terbenam bulan-matahari.

Sementara terkait dengan kriteria wujudul hilal, Kriteria WH disebut sederhana karena mendasarkan pada syarat minimal telah terjadi ijtimak dan bulan terbenam lebih lambat dari matahari. Asumsinya, saat matahari terbenam, piringan atas bulan masih menyembul di atas ufuk. Kriteria WH, walau merujuk pada konsep rukyat posisi hilal di ufuk pada waktu maghrib, tidak mempertimbangkan fisis hilal dan faktor gangguan cahaya syafak. Kriteria WH tidak mungkin diterima oleh pengamal rukyat, karena hilal dekat ufuk tidak mungkin teramati atau terdeteksi dengan alat apa pun.

Adanya kriteria baru ini hasil dari rekomendasi Seminar Internasional Fikih Falak pada Tahun 2017 di Jakarta. Rekomendasi Jakarta 2017 ini pada prinsipnya merupakan perbaikan dan/atau penyempurnaan, serta dapat menjadi pelengkap kriteria yang telah ada sebelumnya yakni kriteria Istanbul Turki 2016 dengan melakukan modifikasi menjadi kriteria elongasi minimal 6,4 derajat dan tinggi minimal 3 derajat dengan markaz Kawasan Barat Asia Tenggara. Bahwa rekomendasi Jakarta ini dimaksudkan untuk mengatasi perbedaan penentuan awal bulan hijriyah tidak hanya pada tingkat nasional, tetapi juga tingkat regional dan internasional dengan mempertimbangkan eksistensi hisab dan rukyah.

Bahwa rekomendasi Jakarta 2017 menegaskan bahwa implementasi unifikasi kalender global didasari pada tiga prasyarat yang harus dipenuhi sekaligus, yaitu: Adanya kriteria yang tunggal; Adanya kesepakatan Batas Tanggal; dan Adanya otoritas tunggal. Bahwa kriteria tunggal yang dimaksudkan adalah bilamana hilal telah memenuhi ketinggian minimal 3 derajat dan berelongasi minimal 6,4 derajat. Ketinggian 3 derajat menjadi titik akomodatif bagi madzhab imkan rukyah dan madzhab wujudul hilal. Elongasi hilal minimal 6,4 derajat dan ketingian 3 derajat dilandasi dari data rukyat global yang menunjukkan bahwa tidak ada kesaksian hilal yang dipercaya secara astronomis yang elongasinya kurang dari 6,4 derajat dan tingginya kurang dari 3 derajat.

Akhirnya pada tahun 2021 Menteri-menteri Agama yang tergabung dalam MABIMS (Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) menyetujui penerapan kriteria imkanur rukyat MABIMS Baru yaitu tinggi hilal 3° dan sudut elongasi 6,4° pada tahun 2022.

Kontributor : Kudrat Abdillah

 

Website : Fakultas Syariah - IAIN MADURA

Email : Fakultas Syariah - IAIN Madura

Instagram : Fakultas Syariah IAIN Madura

Facebook : Fakultas Syariah Iain Madura

YouTube : Fasya IAIN Madura TV